BAB
II
Pembahasan
dan Isi
A. Unsur-unsur
ekstrinsik cerpen jaring-jaring merah
Helvy Tiana Rosa
lahir di Medan, 2 april 1970 dari pasangan Amin Usman dan Maria Erry Susiati.
Ia memperoleh gelar sarjana sastra dari fakultas Sasta UI. Gelar magister
diperolehnya dari jurusan Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Indonesia. Sehari-hari ia adlah Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Helvy pernah menjadi Anggota Dewan
Kesenian Jakarta (2003-2006). Kini ia tercatat sebagai Anggota Majelis Sstra
Asia Tenggara dan Ketua Majelis Penulis FLP.
Sejak tahun 1996
hingga sekarang lebih dari 40 bukunya telah diterbitkan. Cerpen-cerpennya
diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Jepang, Arab, Swedia, Jerman, dan Prancis.
tahun 1998 ia diundang mengikuti Program Penulisan Cerpen yang diadakan Majelis
Sastra Asia Tenggara.
Mantan Redaktur dan
pemimpin Redaksi Majalah Annida
(1991-2001) ini, tahun 1990 mendirikan Teater Bening sebuah teater kampus di
FSUI yang seluruh anggotanya adalah perempuan, menulis naskah dan menyutradai
peentasan teater tersebut di gedung kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, dan
lain-lain.
Helvy merupakan
pendiri dan Ketua Umum Forum Lingkar Pena/ FLP (1997-2005), sebuah forum
penulis muda beranggotakan ribuan orang yang tersebar di 125 kota di Indonesia
dan mancanegara. Ia aktif membidani kelahiran para penulis muda di nusantara.
Karena kegiatannya ini The Straits Times
dan Koran Tempo menyebutnya sebagai lokomotif
penulis muda Indonesia (2003). Bersama teman-temannya di FLP, ia mendirikan dan
mengelola “Rumah baCA dan HAsilkan karYA” (Rumah Cahaya) yang tersebar di
berbagai propinsi di Indonesia. Helvy sering diundang berbicara dalam berbagai
forum sastra dan budaya d dlaam dan uar negeri, seperti Malysia, Singapra,
Brunei, Thailand, Hongkong, Jepang, Mesir hingga Amerika Serikat.
Ia pernah
memenangkan berbagai perlombaan menulis tingkat nasional, termasuk sebuah lomba
esai berhadiah Rp 100 juta (2007). Namun menurutnya yang paing berkesan ketka
‘Fisabilillah’ menjadi juara loba Cipta puisi Yayasan Iqra, tingkat nasional
(1992), dngan HB Jassin sebagai Ketua Dewan Juri. “Jaring-jaring Merah”
terpilih sebagai salah satu cerpen erbaik majalah Sastra Horison dalam sa u
decade (1990-2000). Lelaki Kabut dan Boneka mendapat Pena Award sebagai
kumpulan cerpen terpuji (2002).
Beberapa
penghargaan lain yang pernah diperolehnya antara lain sebagai Tokoh Perbukuan
IBF Award (2006), Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006), Ikon perempuan Indonesia
versi Majalah Gatra (2007), Wanita Indonesia Inspiratif vesi Tabloid Wanita
Indonesia (2008), Nominator Indnesia Berprestasi Award XL, Bidang Seni dan
Budaya (2007), penghargaan perempuan Indonesia berprestasi dari Tabloid Nova dan
Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (2004), Ummi Award dari majalah Ummi (2004),
muslimah teladan versi majalah Alia (2006), Muslimah Indonesia Berprestasi
Bidang penulisan versi ajalah Amanah (2000), dan lain-lain.
B. Sinopsis
cerpen “Jaring-jaring Merah”
Cerpen
“jaring-jaring merah” merupakan salah satu cerpen yang terdapat dalam kumpulan
cerpen “Bukavu” karya Helvy Tiana Rosa. Cerpen ini menceritakan tentang seorang gadis yang
disangka masyarakat sekitar gadis itu gila. Yang sesungguhnya hanya trauma dan
dendam yang mendalam terhadap pemerkosa dan pembunuh keluarga dan calon
tunangannya yang membuat gadis itu menjadi seperti itu. Gadis ini dulunya
adalah seorang gadis yang cantik, ia adalah salah satu korban dari banyaknya
korban di Nangroe Aceh. Ia diasuh oleh seorang gadis dari sebuah lembaga LSM
yang tersentuh hatinya melihat kekejian yang terjadi.
C. Unsur
Intrinsik
1)
Tema
dari cerpen “Jaring-jaring merah” kehidupan dan kekerasan di Nangroe Aceh
Darussalam pada masa GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
2)
Tokoh
dan penokohan
a.
Aku
(seorang perempuan)
Tokoh pencerita yang menceritakan sosok dan kehidupannya.
Aku digambarkan serang gadis gila. Seperti dalam kutipan:
“….aku senang berteriak-teriak. Aku melempari atau
memukul orang-orang yang lewat.
Tokoh aku pun digambarkan tokoh yang putus asa seperti
dalam kutipan cerpen di bawah ini:
“sekuat tenaga ku coba untuk muncul, menggapai-gapai
permukaan. Namun tiada tepi. Aku tidak bisa bangkit, bahkan menyentuh apapun
kecuali semua yang bernama kepahitan.”[1]
b.
Cut
Dini
Digambarkan seorang
perempuan yang mempunyai kepedulian terhadap orang yang teraniaya. Ia juga termasuk
daam lembaga LSM. Seperti dalam kutipan:
“ aku tahu. Kau
anak baik. Kau tak akan menggangu siapa pun..,tetapi jangan pergi ke bukit itu
atau bahkan ke rumoh geudong lagi. Berbahaya. Lagi pula kau seorang muslimah.
Tdak baik pergi sendirian. “Suara cut dini ‘ lalu perkembangan tiga ribu janda,
anak-anak yatim yang terlantar…..,keji that! Tidak!”
Ia juga memiliki
sifat yang percaya,perhatian dan penyayang seperti pada kutipan pada di bawah
ini:
“aku tahu. Kau anak
baik. Kau tak akan mengganggu siapa pun, tetapi jangan pergi ke bukit itu atau
bahkan ke rumoh geudong lagi.
Berbahaya. Lagipula kau seorang muslimah. Tidak baik pergi sendirian, kata Cut
dini member minum.”[2]
“Cut dini. Ia
sangat peduli. Matanya selalu menatapku dengan penuh pancaran kasih.”
c.
Ayah
Dalam cerpen ini
tokoh ayah digambarkan seorang yang baik dan suka berzikir seperti dalam
kutipan di bawah ini:
” ku dengar ayah tak putus berzikir.”[3]
d.
Hamzah
Dalam cerpen ini
tokoh hamzah digambarkan seorang pria yang soleh dan pemberani seperti dlam
kutipan di bawah ini:
“ lepaskan mereka. Kalian salah sasaran!.” [4]
e.
Tentara
GAM ( Gerakan Aceh Merdeka)
Dalam cerpen ini
tentara GAM digambarkan sekelompok orang jahat dan tidak punya perasaaan
(biadab). Seperti dlam kutipan berikut ini:
“ …………beberapa
tangan kekar merobek-robek bajuku.”[5]
“…..Hamzah
dipukul bertubi-tubi hingga limbung lalu diinjak-injak dan diseret pergi.”[6]
3)
Alur
Plot
Alur yang dipakai
dalam cerpen ini alur maju mundur karena cerita ini menceritakan dari stelah
terjadi dan sebelum tejadi pembunuhan.
4)
Latar
atau setting
a.
latar
Tempat
Latar tempat yang dipakai adalah rumah aku, rumah pak
Zakaria dan jaring-jaring.
Contoh kutipan:
“siapa kalian?” tiba-tiba ku dengar suara suara Cut Dini
bergetar, di ruang tamu yang merangkap
kamar tidurku. Aku terbang dan hinggap pada meja kusam di samping rumah, lalu
mengintip ke dalam lewat jendela yang rapuh.”[7]
Contoh kutipan:
“aku terkapar
kembali. Menggelepar. Berdarah dalam jaring-jaring”.[8]
b.
Latar
waktu
Waktu yang dipakai
adalah pada malam, siang dan pagi hari. Jadi, ada beberapa kejadian yang
menggambarkan setiap waktu. Contoh kutipan:
“ lolong anjing
malam bersahut-sautan, seiring darah yang terus menetes dari kedua kakiku”.[9]
“ tiba-tiba, di
antara suara serangga malam, kupingku mendengar langkah-langkah orang.”
“ aku menggeliat.
Cahaya mentari masuk dari celah-celah bilik”.
“siang itu aku
sedang menjadi burung. Aku terang tinggi dan kadang menukik seketika”.
c.
Latar
Suasana
Suasana dalam
cerpen ini lebih menggambarkan kekejaman dan kekerasan pada masa daerah operasi
militer. Contoh kutipan:
“aku melihat tiga
sampai tujuh mata sehari mengambang di sungai dekat rumahku! Aku juga pernah
melihat Yunus Burong ditebas lehernya dan kepalanya dipertotonkan pada penduduk
desa. Aku melihat orang-orang ditembak di atas sebuah truk kuning. Darah mereka
muncrat ke mana-mana. Aku melihat tetanggaku rohani ditelanjangi, diperkosa
beramai-ramai, sebelum rumah dan suaminya dibakar. Aku melihat saat melihat saat Geuchik Harun
diikat pada sebuah pohon dan ditembak beruang kali.
5)
Gaya Bahasa
Pengarang di cerpen
selalu mengungkapkan sesuatu dengan perumpamaan-perumpamaan yang memiliki makna
tentang suatu kehidupan. Contoh kutipan:
“ Hidup adalah cabikan luka”.
“ bukan, bukan pada
rembulan yang mengikuti saat ini atau pada gugusan bintang yang menginai pedih
dalam liang-liang diri. Tetapi karena aku tinggal sebatas luka.
Di cerpen ini juga
mennggunakan majas personifikasi (benda seolah-olah hidup), contohnya pada kutipan:
“bukan pada rembulan yang mengikutiku saat ini atau pada
gusgusan bintang yang mengintai pedih dalam liang-liang diri.
Dan menggunakan majas metafora yaitu pada kutipan cerpen
berikut ini:
“aku harus menyanyi. Ia, menyanyi nyaring, dengan iringan
dawai kepedihan dari sanubari.
6)
Amanat
Dalam cerpen ini
dapat kita ambil hikmahnya (amanat dalam cerpen ini) adalah sebagai berikut:
1.
Segala
perbuatan manusia di dunia Allah pasti akan membalasnya, seperti tertera dalam
kutipan di bawah ini:
“Allah tak akan mmbiarkan mereka Inong! Kau harus sembuh,
Inong!”[10]
2.
Dalam
menghadapi cobaan kita harus tegar dan berserah diri kepada Allah, seperti
dalam kutipan di bawah ini:
“ semua sudah berlalu. Peristiwa empat tahun lalu dan
rezim ini. Tegar, Inong! Tegar! Laa haula walaa quwwata illa billah….”[11]
3.
Kita
harus tolong menolong pada sesama manusia meskipun kita tidak mengenalnya.
Seperti pada kutipan:
“ Sebenarnya aku tak tahu banyak tentang Cut Dini. Aku
beluum begitu lama mengenalnya. Orang-orang bilang ia anggota.. apa itu.. LSM?
Juga aktivis mesjid. Ia kembali ke Aceh setelah tamat kuliah di Jakarta. dan… Cuma
dia, di antara para tetangga, yang sudi berteman denganku. Ia memberiku makan,
memperhatikanku, menceritakan banyak hal. Aku senang sekali.”[12]
[1]
Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207
[2]
Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207
[3] Helvy Tiana Rosa. Bukavu.
(Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[4]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[5]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[6]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 213
[7]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 219
[8]
Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H.218
[9]
Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 204
[10]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 214
[11]
Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 214
[12]
Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar