Sabtu, 23 November 2013

Cerpen Jaring-Jaring Merah



BAB II
Pembahasan dan Isi
A.    Unsur-unsur ekstrinsik cerpen jaring-jaring merah
Helvy Tiana Rosa lahir di Medan, 2 april 1970 dari pasangan Amin Usman dan Maria Erry Susiati. Ia memperoleh gelar sarjana sastra dari fakultas Sasta UI. Gelar magister diperolehnya dari jurusan Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Sehari-hari ia adlah Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Helvy pernah menjadi Anggota Dewan Kesenian Jakarta (2003-2006). Kini ia tercatat sebagai Anggota Majelis Sstra Asia Tenggara dan Ketua Majelis Penulis FLP.
Sejak tahun 1996 hingga sekarang lebih dari 40 bukunya telah diterbitkan. Cerpen-cerpennya diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Jepang, Arab, Swedia, Jerman, dan Prancis. tahun 1998 ia diundang mengikuti Program Penulisan Cerpen yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara.
Mantan Redaktur dan pemimpin Redaksi Majalah Annida (1991-2001) ini, tahun 1990 mendirikan Teater Bening sebuah teater kampus di FSUI yang seluruh anggotanya adalah perempuan, menulis naskah dan menyutradai peentasan teater tersebut di gedung kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, dan lain-lain.
Helvy merupakan pendiri dan Ketua Umum Forum Lingkar Pena/ FLP (1997-2005), sebuah forum penulis muda beranggotakan ribuan orang yang tersebar di 125 kota di Indonesia dan mancanegara. Ia aktif membidani kelahiran para penulis muda di nusantara. Karena kegiatannya ini The Straits Times dan Koran Tempo menyebutnya sebagai lokomotif penulis muda Indonesia (2003). Bersama teman-temannya di FLP, ia mendirikan dan mengelola “Rumah baCA dan HAsilkan karYA” (Rumah Cahaya) yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia. Helvy sering diundang berbicara dalam berbagai forum sastra dan budaya d dlaam dan uar negeri, seperti Malysia, Singapra, Brunei, Thailand, Hongkong, Jepang, Mesir hingga Amerika Serikat.
Ia pernah memenangkan berbagai perlombaan menulis tingkat nasional, termasuk sebuah lomba esai berhadiah Rp 100 juta (2007). Namun menurutnya yang paing berkesan ketka ‘Fisabilillah’ menjadi juara loba Cipta puisi Yayasan Iqra, tingkat nasional (1992), dngan HB Jassin sebagai Ketua Dewan Juri. “Jaring-jaring Merah” terpilih sebagai salah satu cerpen erbaik majalah Sastra Horison dalam sa u decade (1990-2000). Lelaki Kabut dan Boneka mendapat Pena Award sebagai kumpulan cerpen terpuji (2002).
Beberapa penghargaan lain yang pernah diperolehnya antara lain sebagai Tokoh Perbukuan IBF Award (2006), Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006), Ikon perempuan Indonesia versi Majalah Gatra (2007), Wanita Indonesia Inspiratif vesi Tabloid Wanita Indonesia (2008), Nominator Indnesia Berprestasi Award XL, Bidang Seni dan Budaya (2007), penghargaan perempuan Indonesia berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (2004), Ummi Award dari majalah Ummi (2004), muslimah teladan versi majalah Alia (2006), Muslimah Indonesia Berprestasi Bidang penulisan versi ajalah Amanah (2000), dan lain-lain.

B.     Sinopsis cerpen “Jaring-jaring Merah”
Cerpen “jaring-jaring merah” merupakan salah satu cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Bukavu” karya Helvy Tiana Rosa. Cerpen ini  menceritakan tentang seorang gadis yang disangka masyarakat sekitar gadis itu gila. Yang sesungguhnya hanya trauma dan dendam yang mendalam terhadap pemerkosa dan pembunuh keluarga dan calon tunangannya yang membuat gadis itu menjadi seperti itu. Gadis ini dulunya adalah seorang gadis yang cantik, ia adalah salah satu korban dari banyaknya korban di Nangroe Aceh. Ia diasuh oleh seorang gadis dari sebuah lembaga LSM yang tersentuh hatinya melihat kekejian yang terjadi.
C.    Unsur Intrinsik
1)            Tema dari cerpen “Jaring-jaring merah” kehidupan dan kekerasan di Nangroe Aceh Darussalam pada masa GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
2)            Tokoh dan penokohan
a.       Aku (seorang perempuan)
Tokoh pencerita yang menceritakan sosok dan kehidupannya. Aku digambarkan serang gadis gila. Seperti dalam kutipan:
“….aku senang berteriak-teriak. Aku melempari atau memukul orang-orang yang lewat.
Tokoh aku pun digambarkan tokoh yang putus asa seperti dalam kutipan cerpen di bawah ini:
“sekuat tenaga ku coba untuk muncul, menggapai-gapai permukaan. Namun tiada tepi. Aku tidak bisa bangkit, bahkan menyentuh apapun kecuali semua yang bernama kepahitan.”[1]

b.      Cut Dini
Digambarkan seorang perempuan yang mempunyai kepedulian terhadap orang yang teraniaya. Ia juga termasuk daam lembaga LSM. Seperti dalam kutipan:
“ aku tahu. Kau anak baik. Kau tak akan menggangu siapa pun..,tetapi jangan pergi ke bukit itu atau bahkan ke rumoh geudong lagi. Berbahaya. Lagi pula kau seorang muslimah. Tdak baik pergi sendirian. “Suara cut dini ‘ lalu perkembangan tiga ribu janda, anak-anak yatim yang terlantar…..,keji that! Tidak!”
Ia juga memiliki sifat yang percaya,perhatian dan penyayang seperti pada kutipan pada di bawah ini:
“aku tahu. Kau anak baik. Kau tak akan mengganggu siapa pun, tetapi jangan pergi ke bukit itu atau bahkan ke rumoh geudong lagi. Berbahaya. Lagipula kau seorang muslimah. Tidak baik pergi sendirian, kata Cut dini member minum.”[2]
“Cut dini. Ia sangat peduli. Matanya selalu menatapku dengan penuh pancaran kasih.”
c.        Ayah
Dalam cerpen ini tokoh ayah digambarkan seorang yang baik dan suka berzikir seperti dalam kutipan di bawah ini:
” ku dengar ayah tak putus berzikir.”[3]
d.      Hamzah
Dalam cerpen ini tokoh hamzah digambarkan seorang pria yang soleh dan pemberani seperti dlam kutipan di bawah ini:
“ lepaskan mereka. Kalian salah sasaran!.” [4]
e.    Tentara GAM ( Gerakan Aceh Merdeka)
Dalam cerpen ini tentara GAM digambarkan sekelompok orang jahat dan tidak punya perasaaan (biadab). Seperti dlam kutipan berikut ini:
“ …………beberapa tangan kekar merobek-robek bajuku.”[5]
“…..Hamzah dipukul bertubi-tubi hingga limbung lalu diinjak-injak dan diseret pergi.”[6]
3)            Alur Plot
Alur yang dipakai dalam cerpen ini alur maju mundur karena cerita ini menceritakan dari stelah terjadi dan sebelum tejadi pembunuhan.
4)            Latar atau setting
a.       latar Tempat
Latar tempat yang dipakai adalah rumah aku, rumah pak Zakaria dan jaring-jaring.
Contoh kutipan:
siapa kalian?” tiba-tiba ku dengar suara suara Cut Dini bergetar, di ruang tamu yang  merangkap kamar tidurku. Aku terbang dan hinggap pada meja kusam di samping rumah, lalu mengintip ke dalam lewat jendela yang rapuh.”[7]
Contoh kutipan:
“aku terkapar kembali. Menggelepar. Berdarah dalam jaring-jaring”.[8]
b.      Latar waktu
Waktu yang dipakai adalah pada malam, siang dan pagi hari. Jadi, ada beberapa kejadian yang menggambarkan setiap waktu. Contoh kutipan:
“ lolong anjing malam bersahut-sautan, seiring darah yang terus menetes dari kedua kakiku”.[9]
“ tiba-tiba, di antara suara serangga malam, kupingku mendengar langkah-langkah orang.”
“ aku menggeliat. Cahaya mentari masuk dari celah-celah bilik”.  
“siang itu aku sedang menjadi burung. Aku terang tinggi dan kadang menukik seketika”.
c.       Latar Suasana
Suasana dalam cerpen ini lebih menggambarkan kekejaman dan kekerasan pada masa daerah operasi militer. Contoh kutipan:
“aku melihat tiga sampai tujuh mata sehari mengambang di sungai dekat rumahku! Aku juga pernah melihat Yunus Burong ditebas lehernya dan kepalanya dipertotonkan pada penduduk desa. Aku melihat orang-orang ditembak di atas sebuah truk kuning. Darah mereka muncrat ke mana-mana. Aku melihat tetanggaku rohani ditelanjangi, diperkosa beramai-ramai, sebelum rumah dan suaminya dibakar. Aku  melihat saat melihat saat Geuchik Harun diikat pada sebuah pohon dan ditembak beruang kali. 



5)            Gaya Bahasa
Pengarang di cerpen selalu mengungkapkan sesuatu dengan perumpamaan-perumpamaan yang memiliki makna tentang suatu kehidupan. Contoh kutipan:
“ Hidup adalah cabikan luka”.
“ bukan, bukan pada rembulan yang mengikuti saat ini atau pada gugusan bintang yang menginai pedih dalam liang-liang diri. Tetapi karena aku tinggal sebatas luka.
Di cerpen ini juga mennggunakan majas personifikasi (benda seolah-olah hidup), contohnya pada kutipan:
“bukan pada rembulan yang mengikutiku saat ini atau pada gusgusan bintang yang mengintai pedih dalam liang-liang diri.
Dan menggunakan majas metafora yaitu pada kutipan cerpen berikut ini:
“aku harus menyanyi. Ia, menyanyi nyaring, dengan iringan dawai kepedihan dari sanubari.

6)            Amanat
Dalam cerpen ini dapat kita ambil hikmahnya (amanat dalam cerpen ini) adalah sebagai berikut:
1.      Segala perbuatan manusia di dunia Allah pasti akan membalasnya, seperti tertera dalam kutipan di bawah ini:
“Allah tak akan mmbiarkan mereka Inong! Kau harus sembuh, Inong!”[10]
2.      Dalam menghadapi cobaan kita harus tegar dan berserah diri kepada Allah, seperti dalam kutipan di bawah ini:
“ semua sudah berlalu. Peristiwa empat tahun lalu dan rezim ini. Tegar, Inong! Tegar! Laa haula walaa quwwata illa billah….”[11]
3.      Kita harus tolong menolong pada sesama manusia meskipun kita tidak mengenalnya. Seperti pada kutipan:
“ Sebenarnya aku tak tahu banyak tentang Cut Dini. Aku beluum begitu lama mengenalnya. Orang-orang bilang ia anggota.. apa itu.. LSM? Juga aktivis mesjid. Ia kembali ke Aceh setelah tamat kuliah di Jakarta. dan… Cuma dia, di antara para tetangga, yang sudi berteman denganku. Ia memberiku makan, memperhatikanku, menceritakan banyak hal. Aku senang sekali.”[12]


[1] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207
[2] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207
[3] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[4] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[5] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 212
[6] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 213
[7] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 219
[8] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H.218
[9] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 204
[10] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 214
[11] Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 214
[12] Helvy Tiana Rosa. Bukavu. (Depok: Lingkar Pena,2008). H. 207

Tidak ada komentar:

Posting Komentar