a.
Pengertian
Syafa’at
Kata
syafa’at berasal dari kata syaf’un yang
artinya membuat sesuatu menjadi pasangan atau menyatukan suatu barang dengan
jenisnya. Jadi kata syafa’at artinya menyatukan seseorang dengan orang lain
yang menolongnya, terutama sekali bila orang yang mempunyai kehormatan dan
kedudukan tinggi menyatukan diri dengan orang yang kedudukannya lebih rendah.
Kata syafa’at yang sebenarnya ialah pertolongan yang diberikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan tinggi kepada orang berkedudukan tinggi kepada orang
berkedudukan rendah, yang kedudukannya amat membutuhkan pertolongan. Qur’an
suci menerangkan bahwa pemberi syafa’at (syafi’) yang sebenarnya ialah sendiri.
Selain Dia, mereka tidak mempunyai pelindung dan pemberi syafa’at. Terkadang
syafa’at disebutkan dengan penguasaan Allah terhadap segala sesuatu,
sebagaimana dengan penguasaan Allah terhadap segala sesuatu, sebagaimana
diuraikan dalam 32:4 “Allah ialah yang menciptakan langit dan bumi dan segala
sesuatu yang diantaranya dalam enam masa, dan Dia memegang kekuasaan di atas
Singgasana.
b.
Syafa’at
merupakan salah satu prinsip Islam
Kata syafa’at dalam berbagai
bentuknya, dikemukakan oleh beberapa surah Al-Qur’an sebanyak tiga puluh kali.
Banyaknya penyebutan masalah syafa’at menunjukan betapa besarnya perhatian
Al-Qur’an terhadap prinsip ajaran Islam. Para ulama sepakat bahwa Nabi Saw.
Merupakan salah seorang pemberi syafa’at pada hari kiamat. Umat Islam sepakat
bahwa syafa’at merupakan salah satu (prinsip, ajaran pokok) Islam, yang
disebutkan oleh Al-Qur’an al-Karim dan dijelaskan oleh Sunnah Nabawiah dan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam yang suci, tanpa ada seorang pun
yang menentangnya, sekalipun terdapat pendapat mengenai arti dan
kekhususan-kekhususannya.[1]
Imamiah dan Asya’irah berpendapat
bahwa pada hari kiamat nanti Rasulullah Saw. Memberikan syafa’at kepada sekelompok
umatnya yang melakukan dosa besar. Sementara Mu’tazilah mengatakan, bahwa
syafa’at Rasulullah Saw. Tersebut diberikan kepada orang-orang yang taat, bukan
kepada para pelaku maksiat, dan beliau tidak akan memberikan syafa’atnya kepaa
orang-orang yang memang berhak disiksa di anatara seluruh makhluk.
c.
Perbedaan
syafa’at
Perbedaan syafa’at yaitu syafa’at
yang benar dan syafa’at yang tidak keliru. Syafa’at yang keliru ialah bahwa
syafa’at benar itu dari Allah dan berakhir pada orang yang berdosa, sedangkan
syafa’at yang yang keliru bertolak belakang dengan itu.pada syafa’at yang
benar, seseorang yang diberi syafa’at memperoleh syafa’atnya dari Allah sebagai
Zat yang menetapkan dan menciptakan perantara syafa’at. Sedangkan pada syafa’at
yang keliru, peminta syafa’at (orang yang berdosa) justru menetapkan dan
memberdayakan perantaraan untuk dirinya sendiri.
Adapun dalam syafa’at yang benar,
yang tepatnya diperantarai oleh para nabi, wali, serta yang dekat dengan Allah,
perantara syafa’at memperoleh status keperantaraannya dari Allah Swt. Artinya
Allahlah yang menjadikannya sebagai perantara pemberi syaafa’at. Sedangkan
syafa’at yang menyeleweng ialah syafa’at yang menempatkan perantara syafa’at di
bawah pengaruh peminta syafa’at (orang yang berdosa), dan pemberi syafa’at
(Allah) berada di bawah pengaruh perantara sayafa’at.
d.
Syarat-syarat
untuk syafa’at
a)
Dengan
izin Allah dahulu, sebagaimana Allah memfirmankan:
..siapakah yang dapat memberikan
syafa’at disisi
Allah nanti itu, melainkan dengan izin-Nya”.
b)
Yang
diberi syafa’at haruslah orang yang diridhai atau disukai oleh Allah Ta’ala.
Allah memberikan syafa’at kepada orang yang berhak menerima syafa’at, setelah
orang itu memohon dan berdo’a. Walau seseorang itu mendapat syafa’at tetapi
seseorang itu tetap wajib menyucikan jiwa dan hatinya, masih tetap beramal
shalih yang keduanya inilah yang pasti akan dapat mengangkat seseorang itu
ketingkatan yang luhur dan semprna sebagaimana yang diinginkan serta
dicita-citakan.
e.
Syafa’at
yang diterima
Syafa’at-syafa’at yang
diterima (al-syafa’at al-maqbulah)adalah syafat-syafat berikut ini:
1)
Syafat
yang merupakan hak khusus Allah Swt yang tidak ada satu pun makhluk-Nya yang
bisa menandingi atau menyekutui-Nya.
2)
Syafa’at
jenis tertentu yang ada pada hamba-hamba-Nya yang syafa’atnya diterima di sisi
Allah di bawah syarat-syarat tertentu yang disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu
(kelompok ayat keenam), tetapi tidak disebutkan nama-nama dan karakteristik.
3)
Syafa’at
para malaikat, para pemikul ‘Arasy, dan malaikat-malaikat yang ada di
sekelilingnya, yang memintakan ampunan kepada orang-orang mukmin.
f.
Syafa’at
terbagi-bagi
Syafa’at
terbagi-bagi yaitu:
1) Syafa’at Takwiniyyah
al-Syafa’at al-Takwiniyah
Alam
semesta , sebagai suatu alam yang bersifat kemungkinan, tidak memiliki
perwujudan dan kesempurnaan yang diberikan Allah, bahkan ketika ia disebut
memiliki perwujudan dan kesempurnaan, nmaka semuanya itu merupakan limpahan
dari Allah, bahkan ketika ia disebut sebagai memiliki perwujudan dan
kesempurnaan, maka semuanya itu merupakan limpahan dari Allah Swt. Allah pun
mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah
Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam
di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan. Tidak seorang pun yang akan
memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. Yang demikian itu adalah Allah,
Tuhanmu. Maka sembahlah Dia, lalu apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS.
Yunus;10:43).
Bahkan
semua sebab, baik dzat maupun pengaruhnya, terjadi karena Allah dan berdasar
izin-Nya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pemberi syafa’at dalam ayat
terdahulu adalah sebab dan ‘illat yang bersifat fisik dan lain-lain, yang
terjadi melalui perwujudan segala sesuatu ini. Ia dinamakan syafa’at karena
pengaruh yang diebrikannya tergantung pada izin Allah Swt. Ia dibantuoleh izin
Allah Swt, memberikan pengaruh dan segala sesuatu yang bisa diberikannya.
2) Syafa’at Qayadiyyah
(Syafa’at berupa bimbingan)
Syafa’at
qayadiyyah adalah kepemimpinan para nabi, para wali, para imam, para ulama, dan
kitab-kitab suci yang berfungsi sebagai pemberi syafa’at (pertolongan), dan
syafa’at (itu sendiri) dalam membebaskan manusia dari akibat-akibat dan
pengaruh-pengaruh perbuatan jahatnya. Sepanjang hasil syafa’at di hari kiamat,
sebagaimana yang telah disepakati adalah membebaskan para pelaku dosa dari
akibat-akibat perbuatan dan dampak kemaksiatan mereka, maka bimbingan para
nabi, para wali, kitab-kitab suci, para ulama dan tulisan-tulisan mereka
merupakan sesuatu yang bisa berfungsi seperti itu.
Syafa’at
qiyadiyyah (bimbingan) berfungsi mencegah hamba masuk ke dalam kemaksiatan.
Syafa’at qiyadiyyah (yang bersifat bimbingan) merupakan syafa’at menurut arti
bahasanya. Sebab, orang-orang mukallaf yang memadukan bantuan petunjuk
Al-Qur’an, bimbingan para nabi dan imam-imam pada kemauan dan usaha-usaha
mereka, niscaya akan berhasil mencapai kebahagiaan dan sampai pada derajat yang
tinggi dalam kehidupan, serta terbebas dari akibat-akibat kemaksiatan. Begitu
juga tidak dibenarkan bagi seorang mufassir untuk merujuk ayat-ayat yang
berkaitan dengan syafa’at kepada syafa’at qiyadiyyah, sebab berbeda dengan
keyakinan orang-orang Yahudi tentang syafa’at yang menurut mereka tidak
mempunyai dampak kecuali pada kehidupan duniawi ini. Al-Qur’an juga mengakui malaikat
sebagai para pemberi syafa’at. Allah berfirman, “Dan berapa banyaknya malaikat
di langit, syafa’at mereka tidak sedikit pun berguna kecuali sesudah Allah
mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya.” (QS. An-Najm;
53:26). Syafa’at yang diberikan oleh para malaiakat bukan syafa’at menurut
lughawi. Manusia biasa tidak mungkin bisa mengambil manfaat dan memperoleh
pencerahan dari para malaikat, dan para malaikat pun tidak mempunyai kewajiabn
untuk membimbing manusia dalam kehidupan dunia ini.
3) Syafa’at Mushthalahah
(Al-Syafa’at Al-Mushthalahah)
Yang
dimaksud dengan hajijat syafa’at jenis ini tiada lain adalah sampainya rahmat
dan magfirah Allah Swt kepada hamb-hamba-Nya melalui perantaraan para wali dan
orang-orang suci di antara hamba-hamba-Nya. Magfirah dan ampunan itu bisa
diperoleh hamba-hamba-Nya melalui jalan-jalan dan sebab-sebab tertentu. Di
antara jalan-jalan dans ebab-sebab itu adalah para wali, orang-orang suci, doa
dan permohonan mereka. Sampainya anugerah Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui
para wali-Nya, adalah untuk memuliakan para wali dan menunjukkan kemuliaan
kedudukan mereka, sekaligus sebagai pahala atas pengorbanan dan kesungguhan
mereka dalam membela kebenaran dan melaksanakan perintah-Nya.
g.
Hubungan
ampunan dan syafa’at
Pengaruh
syafa’at dalam memperoleh ampunan Allah dan menghindarkan siksa, dengan
mengatakan, “Berlaku atas pemberi syafa’at faktor-faktor yang terdapat pada
masalah ini, yang berpengaruh dalam menghindarkan siksa, misalnya sifat-sifat
orang yang diberi syafa’at di sisi Allah, yang berkaitan dengan faktor lain
yang merupakan sebab bagi terjadinya ketentuan tersebut, dan siapa yang
melanggarnya pasti mendapat siksa”. Syafa’at merupakan persyaratan musabab. Ia
merupakan sebab-antara yang menjembatani
sebab pertama dengan musababnya. Bahwa pemberi syafa’at memanfaatkan
sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi dalam memperoleh berbagai kenikmatan dan
anugerah yang akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang membutuhkan. Pengaruh
syafa’at dalam memperoleh ampunan dan anugerah Allah, tidak membutuhkan
analisis mendasar tentang hal ini. Sebab Allah Swt adalah penguasa hari kiamat,
bagi-Nya kerajaan dan ‘amr. Sebagaimana halnya bahwa Allah-lah yang
menghapuskan amal orang-orang kafir dan munafiqin seperti yang terdapat dalam
firman-Nya yang berbunyi, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan;
25:23). Jelas bahwa ampunan Allah hanya bisa sampai kepada para pelaku
kesalahan dan dosa melalui jiwa-jiwa suci para nabi dan wali sebagai
konsekuensilogis adanya sistem dan hierarki eksitensi di alam ini.
h.
Syafa’at
para Nabi dan Malaikat
Para
Nabi tidak memberikan syafa’at hanya diberikan pada hari kiamat, dan hanya
terbatas berupa pertolongan ampun bagi orang mati.[2]
Syafa’at Nabi itu berupa perubahan dalam kehidupan bangsa dan
menyelamatkanbangsa dan menyelamatkan mereka dari perbuatan dosa, dan menuntun
mereka ke jalan yang benar.dalam Al-Qur’an menerangkan bahwa Nabi Muhammad dibangkiykan
untuk menyucikan manusia. Beliau selalu berdo’a untuk kesejahteraan umat
beliau. Kaum mukmin yang tingkat
rohaninya tinggi, membantu kaum mukmin yang tingkat rohaninya masih rendah
dengan do’a dan suri tauladan. Nabi Muhammad sangat tinggi derajatnya, hingga
syafa’at nabi-nabi yang lain tak ada artinya jika dibandingkan dengan syafa’at
beliau. Karena akhlak akhlak dan rohani yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad
begitu hebat, hingga dengan suara bulat beliau sebagai pemimpin agama dan Nabi
yang sukses.
Fungsi
malaikat lainnya yang amat penting ialah memberi syafa’at yang meliputi kaum
mukmin dan kaum kafir. Sebenarnya syafa’at itu adalah suatu permohonan kepada
Allah guna kepentingan kaum berdosa pada hari kiamat, tetapi dalam Qur’an
diberitahu bahwa di dunia pun malaikat berdo’a untuk kepentinan manusia. Qur’an
berfirman: “Malaikat memahasucikan dengan memuji Tuhannya, dan memohonkan ampun
bagi orang-orang yang ada di dunia” (42:5). Do’a malaikat meliputi semua pihak,
tetapi do’a malaikat menjadi lebih maqbul jika mengenai orang mukmin. Hubungan
rohani malaikat dengan manusia supaya berbuat baik dan mulia. Oleh karena itu,
syafa’at malaikat berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan baik, baik
ia beriman kepada Nabi maupun tidak. Hubungan malaikat dengan manusia menjadi
semakin kuat jika manusia mau meningkatkan ketulusannya. Bagi orang yang tulus
malaikat akan memimpin mereka dari keadaan gelap menuju terang. Syafa’at
malaikat meliputi kaum mukmin dan kaum kafir. Para malaikat, istigfar beliau
adalah syafa’at bagi mereka.
i.
Dampak
syafa’at
Syafa’at
menurut mu’tazilah bahwa syafa’at dimaksudkan ntuk mengangkat derajat dan
menambah pahala, ia tidak kurang dan tidak lebih. Padahal sebenarnya ia
mengandung pengertian yang lebih luas yang mencakup penghapusan dosa dan siksa
sekaligus menaikkan derajat dan menambah pahala. Orang yang menerima syafa’at
bisa mendorong para pelaku maksiat untuk membersihkan diri mereka dengan
pemberi syafa’at, yang demikian bisa mendorong para pelakku maksiat untuk membersihkan
diri mereka dari dosa dan menghentikan kemaksiatan yang selama ini mereka
lakukan. Dengan seizin Allah,karena Yang Maha Tinggi adalah Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Gazzali, muhammad. 1986.
Aqidah Islam. Jakarta: Pedoman ilmu jaya.
Muthahhari, murtadha. 2009.
Keadilan Asas Pandangan-Dunia Islam Ilahi. Jakarta: Mizan.
Sabiqi, sayid. 1978. Aqidah
Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Subhani, syaikh ja’far. 1992.
Tentang Dibenarkannya Syafaat Dalam Islam Menurut Al-Qur’an dan Sunnah.
Jakarta: Pustaka hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar