Rabu, 11 Desember 2013

Pengertian Syafa'at



a.      Pengertian Syafa’at
Kata syafa’at berasal dari kata  syaf’un yang artinya membuat sesuatu menjadi pasangan atau menyatukan suatu barang dengan jenisnya. Jadi kata syafa’at artinya menyatukan seseorang dengan orang lain yang menolongnya, terutama sekali bila orang yang mempunyai kehormatan dan kedudukan tinggi menyatukan diri dengan orang yang kedudukannya lebih rendah. Kata syafa’at yang sebenarnya ialah pertolongan yang diberikan oleh orang yang mempunyai kedudukan tinggi kepada orang berkedudukan tinggi kepada orang berkedudukan rendah, yang kedudukannya amat membutuhkan pertolongan. Qur’an suci menerangkan bahwa pemberi syafa’at (syafi’) yang sebenarnya ialah sendiri. Selain Dia, mereka tidak mempunyai pelindung dan pemberi syafa’at. Terkadang syafa’at disebutkan dengan penguasaan Allah terhadap segala sesuatu, sebagaimana dengan penguasaan Allah terhadap segala sesuatu, sebagaimana diuraikan dalam 32:4 “Allah ialah yang menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diantaranya dalam enam masa, dan Dia memegang kekuasaan di atas Singgasana.
b.      Syafa’at merupakan salah satu prinsip Islam
Kata syafa’at dalam berbagai bentuknya, dikemukakan oleh beberapa surah Al-Qur’an sebanyak tiga puluh kali. Banyaknya penyebutan masalah syafa’at menunjukan betapa besarnya perhatian Al-Qur’an terhadap prinsip ajaran Islam. Para ulama sepakat bahwa Nabi Saw. Merupakan salah seorang pemberi syafa’at pada hari kiamat. Umat Islam sepakat bahwa syafa’at merupakan salah satu (prinsip, ajaran pokok) Islam, yang disebutkan oleh Al-Qur’an al-Karim dan dijelaskan oleh Sunnah Nabawiah dan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam yang suci, tanpa ada seorang pun yang menentangnya, sekalipun terdapat pendapat mengenai arti dan kekhususan-kekhususannya.[1]
Imamiah dan Asya’irah berpendapat bahwa pada hari kiamat nanti Rasulullah Saw. Memberikan syafa’at kepada sekelompok umatnya yang melakukan dosa besar. Sementara Mu’tazilah mengatakan, bahwa syafa’at Rasulullah Saw. Tersebut diberikan kepada orang-orang yang taat, bukan kepada para pelaku maksiat, dan beliau tidak akan memberikan syafa’atnya kepaa orang-orang yang memang berhak disiksa di anatara seluruh makhluk.

c.       Perbedaan syafa’at
Perbedaan syafa’at yaitu syafa’at yang benar dan syafa’at yang tidak keliru. Syafa’at yang keliru ialah bahwa syafa’at benar itu dari Allah dan berakhir pada orang yang berdosa, sedangkan syafa’at yang yang keliru bertolak belakang dengan itu.pada syafa’at yang benar, seseorang yang diberi syafa’at memperoleh syafa’atnya dari Allah sebagai Zat yang menetapkan dan menciptakan perantara syafa’at. Sedangkan pada syafa’at yang keliru, peminta syafa’at (orang yang berdosa) justru menetapkan dan memberdayakan perantaraan untuk dirinya sendiri.

Adapun dalam syafa’at yang benar, yang tepatnya diperantarai oleh para nabi, wali, serta yang dekat dengan Allah, perantara syafa’at memperoleh status keperantaraannya dari Allah Swt. Artinya Allahlah yang menjadikannya sebagai perantara pemberi syaafa’at. Sedangkan syafa’at yang menyeleweng ialah syafa’at yang menempatkan perantara syafa’at di bawah pengaruh peminta syafa’at (orang yang berdosa), dan pemberi syafa’at (Allah) berada di bawah pengaruh perantara sayafa’at.

d.      Syarat-syarat untuk syafa’at
a)                  Dengan izin Allah dahulu, sebagaimana Allah memfirmankan:
..siapakah yang dapat memberikan syafa’at disisi Allah nanti itu, melainkan dengan izin-Nya”.
b)                  Yang diberi syafa’at haruslah orang yang diridhai atau disukai oleh Allah Ta’ala. Allah memberikan syafa’at kepada orang yang berhak menerima syafa’at, setelah orang itu memohon dan berdo’a. Walau seseorang itu mendapat syafa’at tetapi seseorang itu tetap wajib menyucikan jiwa dan hatinya, masih tetap beramal shalih yang keduanya inilah yang pasti akan dapat mengangkat seseorang itu ketingkatan yang luhur dan semprna sebagaimana yang diinginkan serta dicita-citakan.

e.       Syafa’at yang diterima
Syafa’at-syafa’at yang diterima (al-syafa’at al-maqbulah)adalah syafat-syafat berikut ini:
1)      Syafat yang merupakan hak khusus Allah Swt yang tidak ada satu pun makhluk-Nya yang bisa menandingi atau menyekutui-Nya.
2)      Syafa’at jenis tertentu yang ada pada hamba-hamba-Nya yang syafa’atnya diterima di sisi Allah di bawah syarat-syarat tertentu yang disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu (kelompok ayat keenam), tetapi tidak disebutkan nama-nama dan karakteristik.
3)      Syafa’at para malaikat, para pemikul ‘Arasy, dan malaikat-malaikat yang ada di sekelilingnya, yang memintakan ampunan kepada orang-orang mukmin.

f.        Syafa’at terbagi-bagi
Syafa’at terbagi-bagi yaitu:
1)      Syafa’at Takwiniyyah al-Syafa’at al-Takwiniyah
Alam semesta , sebagai suatu alam yang bersifat kemungkinan, tidak memiliki perwujudan dan kesempurnaan yang diberikan Allah, bahkan ketika ia disebut memiliki perwujudan dan kesempurnaan, nmaka semuanya itu merupakan limpahan dari Allah, bahkan ketika ia disebut sebagai memiliki perwujudan dan kesempurnaan, maka semuanya itu merupakan limpahan dari Allah Swt. Allah pun mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan. Tidak seorang pun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu. Maka sembahlah Dia, lalu apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus;10:43).
Bahkan semua sebab, baik dzat maupun pengaruhnya, terjadi karena Allah dan berdasar izin-Nya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pemberi syafa’at dalam ayat terdahulu adalah sebab dan ‘illat yang bersifat fisik dan lain-lain, yang terjadi melalui perwujudan segala sesuatu ini. Ia dinamakan syafa’at karena pengaruh yang diebrikannya tergantung pada izin Allah Swt. Ia dibantuoleh izin Allah Swt, memberikan pengaruh dan segala sesuatu yang bisa diberikannya.  
2)      Syafa’at Qayadiyyah (Syafa’at berupa bimbingan)
Syafa’at qayadiyyah adalah kepemimpinan para nabi, para wali, para imam, para ulama, dan kitab-kitab suci yang berfungsi sebagai pemberi syafa’at (pertolongan), dan syafa’at (itu sendiri) dalam membebaskan manusia dari akibat-akibat dan pengaruh-pengaruh perbuatan jahatnya. Sepanjang hasil syafa’at di hari kiamat, sebagaimana yang telah disepakati adalah membebaskan para pelaku dosa dari akibat-akibat perbuatan dan dampak kemaksiatan mereka, maka bimbingan para nabi, para wali, kitab-kitab suci, para ulama dan tulisan-tulisan mereka merupakan sesuatu yang bisa berfungsi seperti itu.
Syafa’at qiyadiyyah (bimbingan) berfungsi mencegah hamba masuk ke dalam kemaksiatan. Syafa’at qiyadiyyah (yang bersifat bimbingan) merupakan syafa’at menurut arti bahasanya. Sebab, orang-orang mukallaf yang memadukan bantuan petunjuk Al-Qur’an, bimbingan para nabi dan imam-imam pada kemauan dan usaha-usaha mereka, niscaya akan berhasil mencapai kebahagiaan dan sampai pada derajat yang tinggi dalam kehidupan, serta terbebas dari akibat-akibat kemaksiatan. Begitu juga tidak dibenarkan bagi seorang mufassir untuk merujuk ayat-ayat yang berkaitan dengan syafa’at kepada syafa’at qiyadiyyah, sebab berbeda dengan keyakinan orang-orang Yahudi tentang syafa’at yang menurut mereka tidak mempunyai dampak kecuali pada kehidupan duniawi ini. Al-Qur’an juga mengakui malaikat sebagai para pemberi syafa’at. Allah berfirman, “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka tidak sedikit pun berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya.” (QS. An-Najm; 53:26). Syafa’at yang diberikan oleh para malaiakat bukan syafa’at menurut lughawi. Manusia biasa tidak mungkin bisa mengambil manfaat dan memperoleh pencerahan dari para malaikat, dan para malaikat pun tidak mempunyai kewajiabn untuk membimbing manusia dalam kehidupan dunia ini.
3)      Syafa’at Mushthalahah (Al-Syafa’at Al-Mushthalahah)
Yang dimaksud dengan hajijat syafa’at jenis ini tiada lain adalah sampainya rahmat dan magfirah Allah Swt kepada hamb-hamba-Nya melalui perantaraan para wali dan orang-orang suci di antara hamba-hamba-Nya. Magfirah dan ampunan itu bisa diperoleh hamba-hamba-Nya melalui jalan-jalan dan sebab-sebab tertentu. Di antara jalan-jalan dans ebab-sebab itu adalah para wali, orang-orang suci, doa dan permohonan mereka. Sampainya anugerah Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui para wali-Nya, adalah untuk memuliakan para wali dan menunjukkan kemuliaan kedudukan mereka, sekaligus sebagai pahala atas pengorbanan dan kesungguhan mereka dalam membela kebenaran dan melaksanakan perintah-Nya.   
g.      Hubungan ampunan dan syafa’at
Pengaruh syafa’at dalam memperoleh ampunan Allah dan menghindarkan siksa, dengan mengatakan, “Berlaku atas pemberi syafa’at faktor-faktor yang terdapat pada masalah ini, yang berpengaruh dalam menghindarkan siksa, misalnya sifat-sifat orang yang diberi syafa’at di sisi Allah, yang berkaitan dengan faktor lain yang merupakan sebab bagi terjadinya ketentuan tersebut, dan siapa yang melanggarnya pasti mendapat siksa”. Syafa’at merupakan persyaratan musabab. Ia merupakan sebab-antara yang  menjembatani sebab pertama dengan musababnya. Bahwa pemberi syafa’at memanfaatkan sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi dalam memperoleh berbagai kenikmatan dan anugerah yang akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang membutuhkan. Pengaruh syafa’at dalam memperoleh ampunan dan anugerah Allah, tidak membutuhkan analisis mendasar tentang hal ini. Sebab Allah Swt adalah penguasa hari kiamat, bagi-Nya kerajaan dan ‘amr. Sebagaimana halnya bahwa Allah-lah yang menghapuskan amal orang-orang kafir dan munafiqin seperti yang terdapat dalam firman-Nya yang berbunyi, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan; 25:23). Jelas bahwa ampunan Allah hanya bisa sampai kepada para pelaku kesalahan dan dosa melalui jiwa-jiwa suci para nabi dan wali sebagai konsekuensilogis adanya sistem dan hierarki eksitensi di alam ini.
h.      Syafa’at para Nabi dan Malaikat
Para Nabi tidak memberikan syafa’at hanya diberikan pada hari kiamat, dan hanya terbatas berupa pertolongan ampun bagi orang mati.[2] Syafa’at Nabi itu berupa perubahan dalam kehidupan bangsa dan menyelamatkanbangsa dan menyelamatkan mereka dari perbuatan dosa, dan menuntun mereka ke jalan yang benar.dalam Al-Qur’an menerangkan bahwa Nabi Muhammad dibangkiykan untuk menyucikan manusia. Beliau selalu berdo’a untuk kesejahteraan umat beliau.  Kaum mukmin yang tingkat rohaninya tinggi, membantu kaum mukmin yang tingkat rohaninya masih rendah dengan do’a dan suri tauladan. Nabi Muhammad sangat tinggi derajatnya, hingga syafa’at nabi-nabi yang lain tak ada artinya jika dibandingkan dengan syafa’at beliau. Karena akhlak akhlak dan rohani yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad begitu hebat, hingga dengan suara bulat beliau sebagai pemimpin agama dan Nabi yang sukses.
Fungsi malaikat lainnya yang amat penting ialah memberi syafa’at yang meliputi kaum mukmin dan kaum kafir. Sebenarnya syafa’at itu adalah suatu permohonan kepada Allah guna kepentingan kaum berdosa pada hari kiamat, tetapi dalam Qur’an diberitahu bahwa di dunia pun malaikat berdo’a untuk kepentinan manusia. Qur’an berfirman: “Malaikat memahasucikan dengan memuji Tuhannya, dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di dunia” (42:5). Do’a malaikat meliputi semua pihak, tetapi do’a malaikat menjadi lebih maqbul jika mengenai orang mukmin. Hubungan rohani malaikat dengan manusia supaya berbuat baik dan mulia. Oleh karena itu, syafa’at malaikat berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan baik, baik ia beriman kepada Nabi maupun tidak. Hubungan malaikat dengan manusia menjadi semakin kuat jika manusia mau meningkatkan ketulusannya. Bagi orang yang tulus malaikat akan memimpin mereka dari keadaan gelap menuju terang. Syafa’at malaikat meliputi kaum mukmin dan kaum kafir. Para malaikat, istigfar beliau adalah syafa’at bagi mereka.
i.        Dampak syafa’at
Syafa’at menurut mu’tazilah bahwa syafa’at dimaksudkan ntuk mengangkat derajat dan menambah pahala, ia tidak kurang dan tidak lebih. Padahal sebenarnya ia mengandung pengertian yang lebih luas yang mencakup penghapusan dosa dan siksa sekaligus menaikkan derajat dan menambah pahala. Orang yang menerima syafa’at bisa mendorong para pelaku maksiat untuk membersihkan diri mereka dengan pemberi syafa’at, yang demikian bisa mendorong para pelakku maksiat untuk membersihkan diri mereka dari dosa dan menghentikan kemaksiatan yang selama ini mereka lakukan. Dengan seizin Allah,karena Yang Maha Tinggi adalah Allah Swt.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gazzali, muhammad. 1986. Aqidah Islam. Jakarta: Pedoman ilmu jaya.
Muthahhari, murtadha. 2009. Keadilan Asas Pandangan-Dunia Islam Ilahi. Jakarta: Mizan.
Sabiqi, sayid. 1978. Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Subhani, syaikh ja’far. 1992. Tentang Dibenarkannya Syafaat Dalam Islam Menurut Al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Pustaka hidayah.



[1] Dikutip dari Syaikh ja’far Subhani,tentang dibenarkannya syafaat dalam islam, hal.31.
[2] Dalam Encyclopedia of Islam, artikel syafa’at.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar