Rabu, 12 Februari 2014

Proposal Skripsi : DIKSI PADA SURAT PEMBACA ANEKA YES DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ARTIKEL KELAS XI SMA


BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
           
            Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan media cetak maupun elektronik di Indonesia mengalami kemajuan yang begitu pesat. Hal ini dipicu karena “kehausan” masyarakat akan informasi yang ingin segera diketahui sehingga kalangan media terus berlomba memberikan informasi yang terbaik untuk masyarakat.
            Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi tersebut, masyarakat mempunyai banyak pilihan media seperti: surat kabar, majalah, tabloid, radio, televisi, dan sebagainya. Untuk majalah sendiri dari segi isinya ada majalah pria, majalah pertanian, majalah kesehatan, majalah Islami, majalah anak-anak dan sabagainya. Contohnya: Annida, Femina, Kartini, Tarbawi, Sabili, Aneka Yes, dan lain-lain. Majalah-majalah tersebut mempunyai segmentasi pesan tersendiri serta mempunyai karakter tersendiri dan pengaruh yang berbeda terhadap pembaca.
            Media massa cetak sebagai media visual menghadirkan kata-kata verbal dan tanda-tanda visual lain di setiap penyajian. Karya jurnalistik yang disajikan dalam bentuk tulisan bisa berupa berita, pendapat atau opini, tajuk rencana, pojok, dan lain-lain.
            Salah satu media yang akan diteliti oleh penulis adalah majalah Aneka Yes. Majalah Aneka Yes,merupakan majalah wanita remaja di indpnesia yang p[ertama kali diterbitkan ketika awal tahun 1990. Ketika itu,belum banyak majalah yang menerbitkan berbagai produk dan panduan bagi remaj. Ditambah majalah ini membahas persoalan remaja, dan kemajuan teknologi yang berkembang pada kalangan remaja.
            Maka dengan segmentasi pasarnya remaja, maka penulis tertarik dengan rubriksurat pembaca, karena dalam rubrik itu banyak memuat komentar-komentar pembaca yang beraneka ragam usia. Maka diksi dan gaya bahasanya pun beragam. Dan saya lebih menyetujui para guru memberikan tugas menganalisis suatu wacana dengan objek langsung yaitu majalah.Karena prinsip penulisan artikel ataupun tajuk rencana memiliki syarat-syarat khusus, tidak seperti menulis sebuah karangan. Dengan memberikan media langsung maka siswa dapat lebih mudah paham dan lebih mengetahui cara penulisan artikel yang baik dan benar.
B.     Identifikasi Masalah
            Dari latar belakang di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa rubrik Surat Pembaca yang terdapat pada Majalah Aneka Yes adalah rubrik yang membahas tentang komentar, usulan, dan saran dari para pembaca yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Tujuan dari pembuatan rubrik tersebut agar majalah Aneka Yes lebih kreatif, dan inovatif dalam pembuatan karya.
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, timbul keingintahuan dari penulis:
1.      Diksi yang digunakan para pembaca dalam mengutarakan saran, kritik, dan komentar.
2.      Gaya bahasa yang digunakan para pembaca dalam mengutarakan saran, kritik, dan komentar.
C.    Pembatasan Masalah
Diksi dan gaya bahasa begitu luas dan bercabang, maka dapat dibatasi masalahnya yaitu, perumpamaan yang digunakan, kata baku dan tidak baku yang digunakan pada surat pembaca “Aneka Yes”.
D.    Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah diketahui  maka dapat dirumuskan beberapa hal, yaitu:
1.      Bagaimana diksi yang digunakan para pembaca dalam surat pembaca?
2.      Bagaimana gaya bahasa yang digunakan para pembaca dalam surat pembaca?
3.      Bagaimana implikasi dari diksi dan gaya bahasa pada pembelajaran artikel?
E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah peneliti, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan diksi yang digunakan para pembaca dalam surat pembaca.
2.      Mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan para pembaca dalam surat pembaca.
3.      Mendeskripsikan implikasi dari diksi dan gaya bahasa pada pembelajaran artikel.
F.      Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Akademis
Mengetahui teori-teori mengenai analisis wacana yang dikhususkan pada diksi dan gaya bahasa yang dikemukakan oleh para ahli diterapkan sehingga penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu jurnalistik.
2.      Manfaat pendidik
Pendidik mendapat pengetahuan baru untuk mencari teks untuk dianalisis peserta didik.

 
BAB II
Deskripsi Teoritis, Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis
A.    Landasan Teori
            Suatu penelitian yang dilaksanakan untuk membahas permasalahan tertentu guna mencapai tujuan, tentu membutuhkan sejumlah teori yang akan dijadikan tinjauan teori dalam penelitian. Oleh karena itu, perlu diperjelas lebih dalam tinjauan teori yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan seperti pada uraian berikut:
Bahasa memiliki empat fungsi bahasa, yaitu
1.      Alat untuk menyatakan ekspresi diri
Bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.
2.      Alat komunikasi
Bahasa merupakan saluran perumusan maksud yang melahirkan perasaan dan memungkinkan adanya kerjasama antarindividu.
3.      Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Bahasa adalah salah satu unsur kebudayaan yang memungkinkan manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman tersebut, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain.
4.      Alat mengadakan kontrol sosial
Bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain.[1]
17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut. Yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada kaidah etika. [2]
1.           Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.
2.           Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas, sementara isinya beraneka ragam.
3.           Padat
Setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik utnuk khalayk pembaca.
4.           Lugass
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufimisme atau penghalusan kata atau kalimat yang bias membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
5.           Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur atau kabur.
6.           Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negative speerti prasangka atau fitnah.
7.           Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik.Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat oranng yang sedang tertidur, terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.
Menurut Prof. Wayne N. Thompshon dalam Fundamentals of Communication (1957) seperti dikutip Rakhmat (1992: 20-21), sumber ide yang kemudian diangkat menjadi sumber topic dapat dilacak dari, antara lain:
a.      Pengalaman pribadi
b.     Hobi atau keterampilan
c.      Pengalaman pekerjaan atau profesi, pelajaran sekolah, kuliah, penataran atau pelaihan
d.     Pendapat dan hasil pengamatan pribadi
e.      Peristiwa actual, yakni peristiwa yang sedang atau baru terjadi dan menjadi sorotan serta pembicaraan publik.
f.      Peristiwa yang akan terjadi
g.     Masalah abadi seperti agama, pendidikan, kemanusiaan.
h.     Masalah masyarakat yang belum selesai seperti kolusi, korupsi, nepotisme (KKN)
i.       Kejadian khusus seperti peringatan atau perayaan hari-hari bersejarah
j.       Minat khalayak seperti kesehatan, penampilan, mode, pengembangan diri. [3]
1)      Pengertian Pilihan Kata
        Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari  apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu idea tau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.suatu kekhilafan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada setiap manusia.
        Masyarakat manusia kontemporer tidak akan berjalan tanpa komunikasi. Komunikasi, dalam hal ini dengan mempergunakan bahasa, adalah alat yang vital bagi masyarakat manusia.Mereka yang terlibat dalam jaringan komunikasi masyarakat kontemporer ini memerlukan persyaratan-persayaratan tertentu. Persyaratan itu antara lain: ia harus menguasai sejumlah besar kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu pula menggerakkan kekayaannya itu menjadi jaringan-jaringan kalimat yang jelas dan efektif, sesuai dengan kaidah-kaidah sintaksis yang berlaku, untuk menyampaikan rangkaian pikirandan perasaannya kepada anggota-anggota masyarakat lainnya.
        Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya. Secara popular orang akan mengatakan bahwa kata menelitisama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati dan menyidik. Karena itu, kata-kata turunannya seperti penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan adalah kata yang sama artinya atau merupakan kata yang bersinonim.[4]
        Mengenai diksi, pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.[5]
2)      Macam-macam Makna
Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif.Untuk menjelaskan kedua jenis makna ini, perhatikan terlebih dahulu kalimat-kalimat berikut:
Toko itu dilayani gadis-gadismanis
Toko itu dilayani dara-daramanis
Toko itu dilayani perawan-perawanmanis.
Ketiga kata yang dicetak miring di atas memiliki makna yang sama, ketiganya mengandung referensi yang sama untuk referen yang sama, yaitu wanita yang masih muda. Namun kata gadis boleh dikatakan mengandung asosiasi yang paling umum, yaitu menunjuk langsung ke wanita yang masih muda,juga mengandung sesuatu yang lain, yaitu “rasa indah” atau “rasa poetis”, dengan demikian mengandung asosiasi yang lebih menyenangkan. Sedangkan kata perawan, di samping menunjuk makhluk yang sama, juga mengandung asosiasi yang lain. Sama, juga mengandung asosiasi yang lain.[6]
Bentuk-bentuk kata yang dipilih sedapat mungkin kata-kata baku. Kata-kata bukan baku yang lazimnya digunakan dalam komunikasi formal sedapat mungkin dihindari. Misalnya: untuk ini penggunaan kata bisa dan ketimbang dapat dipertimbangkan.
1)      Kedua kasus di atas bisa saja kita alami sehari-hari.
2)      Itulah gambaran sekilas tentang Sudarmono, S.H., ketua umum DPP Golongan Karya Baru. Yang selama ini lebih dikenal dalam jabatannya sebagai Menteri Skeretaris Negara dan salah seorang pembantu terdekat Presiden Soeharto, ketimbang seorang politisi praktis.
Kata bisa dan ketimbang hanya pantas digunakan di dalam situasi-situasi yang formal atau tidak resmi. Di dalam situasi-situasi formal kata itu lebih tepat bila diganti dengan kata dapat dan daripada sehingga kalimat 1) dan 2) menjadi kalimat 3) dan 4) di bawah
3)         Kedua kasus di atas dapat saja kita alami sehari-hari.
4)         Itulah gambaran sekilas tentang Sudarmono, S.H., ketua lebih dikenal dalam jabatannya sebagai Menteri Sekretaris Negara dan salah seorang pembantu terdekat Presiden Soeharto daripada seorang politisi praktis.[7]
a)      Makna Denotatif
      Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional. Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote)kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen.Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat dicerap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat factual.[8]
        Memilih sebuah denotasi yang tepat, dengan sendirinya lebih mudah dari memilih konotasi yang tepat.Seandainya ada kesalahan dalam denotasi, maka hal itu mungkin disebabkan oleh kekeliruan atas kata-kata yang mirip bentuknya, kekeliruan tentang antonym, ataukekeliruan karena tidak jelas maksud dan referennya. Kekeliruan pertama terjadi karena masalah ejaan: gajih-gaji, darah-dara, interferensi-inferensi-intervensi, bahwa-bawa, dan sebagainya. Kesalahan kedua mudah diperbaiki karena bersifat temporer, tetapi kesalahan ketiga adalah kesalahan yang paling berat.[9]
b)     Makna Konotatif
      Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif.Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional.[10]
      Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan social atau hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif.Bila sebuah kata mengandung konotasi yang salah, misalnya kurus-kering untuk menggantikan kata rampingdalam sebuah konteks yang saling melengkapi, maka kesalahan semacam itu mudah diketahui dan diperbaiki.Sangat sulit adalah perbedaan makna antara kata-kata yang bersinonim, tetapi mungkin mempunyai perbedaan arti yang besar dalam konteks tertentu. Misalnya kata mati, meninggal, wafat,gugur, mangkal, berpulang memiliki denotasi yang sama yaitu “peristiwadi mana jiwa seseorang telah meninggalkan badannya”. Namun kata meninggal, wafat, berpulang mempunyai konotasi tertentu, yaitu mengandung nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan, sedangkan mangkat mempnyai konotasi lain yaitu mengandung nilai”kebesaran”, dan gugur mengandung nilai keagungan dan keluhuran. Sebaliknya kata persekol, uang muka, atau panjar hanya mengandung makna denotatif.[11]
c)      Konteks Nonlinguistik
      Relasi yang pertama erat hubungannya dengan konteks nonlinguistik.Konteks nonlinguistic mencakup dua hal yaitu, yaitu hubungan antara kata dan barang atau hal, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat atau disebut juga konteks sosial.Konteks sosial contohnya penggunaan kata-kata istri kawan saya dan bini kawan saya; buaya darat itu telah melahap semua harta bendanya dan orang itu telah melahap semua harta bendanya; kami minta maaf dan kami mohon ampun, semuanya dilakukan berdasarkan konteks social, atau situasi yang dihadapi.
d)      Polisemi dan Homonimis
      Kata polisemi yang berarti “satu bentuk mmepunyai beberapa makna”, sangat dekat dengan sebuah istilah lain yaitu “dua kata atau lebih tetapi memiliki bentuk yang sama”.
e)      Hiponimi
      Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas, bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Misalnya: “Ia memelihara sepiluh ekor anjing herder untuk menjaga rumahnya”.Contoh pertama menunjukkan bahwa kata anjing herderdapat diganti dengan binatang, tetapi kalimat kedua menunjukkan bahwa kata binatang tidak dapat diganti dengan anjing, kecuali kalau kata anjing berfungsi sebagai contoh dari superordinat itu.
1)      Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan di bentuk tulisan atau lisan.[12]
Gaya Bahasa Retoris
a.   Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Misalnya:
Takut titik lalu tumpah.
Keras-keras kerak kena air lembut juga.
b.   Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vocal yang sama. Misalnya:
Ini mukapenuh luka siapa punya.
Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
c.       Eufimisme
Kata eufimismediturunkan dari kata Yunanieuphemizein yang berarti “mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”. Misalnya:
Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati).
Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=gila).
d.      Litotes
Adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
e.       Hiperbol
Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Misalnya:
Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hamper-hampir meledak aku.
Jika kau terlambat sedikit saja, pasti kau tidak akan diterima lagi.
f.       Paradoks
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Misalnya:
Musuh sering merupakan kawan yang akrab.
g.      Metafora
Metafora adalah semcam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebaginya.
h.      Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Misalnya:
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
B. Penelitian yang Relevan
1.      Rabiatul Adawiyah. 2009. Analisis Pemakaian Interferensi Pada Rubrik Bianglala Majalah Annida.

            Interferensi adalah suatu penggunaan unsur-unsur dari suatu baha ke dalam bahas yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain. Interferensi merupakan suatu penyimpangan dari norma-norma bahas asing atau bahasa daerah yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan. Dalam pemakaian interferensi pada tulisan rubrik bianglala majalah Annida lebih banyak menggunakan interferensi bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa daripada menggunakan bahasa asing,dlam hal ini adalah bahasa Inggris. Dan jenis interferensi yang terdapat pada rubric ini didominasi jenis interferensi leksikal.Pemakaian interferensi pada rubrk bianglala majalah Annida merupakan kekeliruan dalam hal penulisan bahasa Indonesia.Hal ini menyebabkan para pembaca majalah Annid yang sebagian besar adalah remaja tidak mengetahui bahwa dalam penulisan pada rubric bianglala menggunakan pemakaian interferensi.Pembaca juga terkadang tidak mengerti beberapa arti kosa kata/ungkapan interferensi yang terdapat pada rubric bianglala karena menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Namun demikian , sebagian besar pembaca Annida ini tidak terpengaruh dengan interferensi karena pemakaian interferensi ini memberikan penyegaran dalam tulisan rubrik bianglala, sehingga membaca Annida menjadi tidak membosankan dan lebih tertarik untuk membaca sehingga kegiatan membaca menjadi lebih menyenangkan.Rabiatul Adawiyah : Analisis Pemakaian Interferensi Pada Rubrik Bianglala Majalah Annida, 2010.
            Pemakaian interferensi ini juga akan berpengaruh bagi perkembangan bahasa Indonesia yang mengakibatkan bahasa Indonesia akan hilang kelestariannya karena adanya penyimpangan atau kontak bahasa ini. Walaupun para ahli telah mengklasifikasikan bidang–bidang interferensi, tetapi bila dilihat dari segi kemurnian bahasa interferensi pada tingkat apa pun (fonologi, morfologi, dan sintaksis) merupakan gangguan karena merusak bahasa. Jadi, memang perlu dihindarkan.Para Bahasawan di Indonesia tentu tidak dapat menerima bentuk– bentuk prokem, seperti banget, ketarik, kudu, gede, dan lain–lain. Begitu pula penggunaan unsur bahasa lain dalam bahasa Indonesia dianggap juga sebagai suatu kesalahan. Memang lambat laun bahasa daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi kosakata Indonesia, tergantung pada masyarakat pemakainya dan perkembangan bahasa Indonesia.
2.      Nelly Yani BP. 2006. Tindak Tutur Ilokusi Dalam Wacana Komik Di Majalah Annida.
Data dianalisis dengan menggunakan metode heuristik, yaitu jenis tugas pemecahan masalah yang dihadapi penutur dalam menginterprestasi sebuah tuturan atau ujaran, kemudian dipaparkan dengan menggunakan metode informal, yaitu pemaparan data yang berbentuk tuturan dan bukan data yang berupa angka, dan tidak menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang Berdasarkan hasil analisis data, jenis dan fungsi tuturan ilokusi dalam wacana komik di majalah Annida terdapat lima jenis tindak ilokusi dan empat jenis fungsi tindak tutur ilokusi. Kelima jenis tindak ilokusi adalah tindak tutur representatif meliputi menyatakan, mengakui, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan Direktif meliputi mengajak, meminta, menyuruh, memohon, viiimenyarankan, menantang, memaksa, dan memberikan aba-aba. Komisif meliputi menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan berjanji.Ekspresif meliputi mengucapkan terima kasih, mengkritik, menyalahkan, mengeluh, dan memuji, serta isbati yaitu melarang.Empat jenis fungsi tindak tutur ilokusi yaitu kompetitif meliputi meminta dan mengemis, menyenangkan meliputi mengucapkan terima kasih, bekerjasama meliputi mengumumkan dan melaporkan, serta bertentangan meliputi memarahi.

BAB III
Metodologi Penelitian
B.     Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian (dalam mengumpulkan data).[13]Berdasarkan tujuan yang diharapkan dari penelitian ini, maka diterapkan metode penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya.[14]
1.      Pendekatan
            Dalam melaksanakan penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan metode deskriptif analitik, yaitum metode peneltian yang bertujuan untuk memerikan suatu fenomena secara analitis, sistematis, faktual, dan teliti.
2.      Data dan Sumber Data
            Data dalam penelitian ini adalah surat-surat pembaca dalam Majalah Aneka Yes. Data dalam penelitian ini berupa diksi yang digunakan para pembaca dalam mengutarakan kritik, saran, dan komentar pada surat pembaca dalam Majalah Aneka Yes.
b. Sumber Data
            sumber data dalam penelitian ini adalah purposive sampling  yang merupakan cara pengambilan sumber data berdasarkan karakteristik tertentu yang dimiliki sumber data. Penentuan besar dan banyaknya sumber data bergantung kepada peneliti dengan berdasarkan pada berbagai pertimbangan dan tujuan tertentu. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka peneliti menggunakan sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini ialah surat kabar Majalah Aneka Yes edisi 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 yang memuat surat pembaca.

3.      Metode dan teknik Pengumpulan Data
        Data dalam penelitian ini menggunakandua  metode pengumpulan, yakni 1) metode simak sadap; dan 2) metode simak libat cakap.Metode simak yaitu dengan metode sadap.
a.           Teknik sadap disebut teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan dalam arti, penelitian dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan.[15]
b.         Teknik Simak Bebas Libat Cakap
Pada teknik ini, peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informan.Peneliti tidak terlibat langsung dalam peristiwa pertuturan yang bahasanya sedang diteliti.Jadi, peneliti hanya menyimak dialog yang terjadi antara informan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumadiria, AS Haris.Menulis Artikel Dan Tajuk Rencana. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005
Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Kadir, dkk. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Keraf, Gorys.Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Ar-Ruzzmedia. 2011.
Ramlan, M.Bahasa Indonesia yang Salah dan  Yang Benar. Yogyakarta: Andi Offset. 1997.
Supyaman, Ukun. Pilihan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. 1984.
ayuekawijiyanti.wordpress.com/2012/03/03/profil-majalah-aneka-yess/ diunduh 8 Januari 2013


[1] Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009), hlm. 1-2.
[2]Sumadiria, (2005:53-61)
[3] AS Haris Sumadiria, Menulis Artikel Dan Tajuk Rencana, (bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) hlm27.
[4]Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 24.
[5]Ibid
[6] Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 27
[7]M. Ramlan, Bahasa Indonesia yang Salah dan  Yang Benar, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997) hal 75.
[8] Ibid
[9] Ibid
[10]Ibid
[11] Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 30.
[12]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal 422.
[13]T.Fatimah, 2006 : 4.
[14]Arikunto, 2006:12.
[15]Muhammad, Metodologi Penelitisn Bahasa, (Jogjakarta: Ar-ruz media, 2011) hal 194.